Selasa, 05 April 2011

arti sahabat

cinta kata yang mudah diucapkan, namun sekarang aku ingin menanyakan apa arti cinta yang sesungguhnya? apa cinta sebuah cerita? atau dongeng? filsafah hidupkah? banyak orang tak mengerti apa arti dan makna cinta yang sebenarnya? aku juga tak tau apa sebenarnya ariti cinta? yang aku tau cinta itu tak lebih indah di banding persahabatan? namun aku juga tak tahu apa itu sahabat? apakah seorang sahabat hanya ada di saat senang? atau duka? atau senang dan duka? apa seorang sahabat itu harus membiaran sahabat yang dikasihinya terjerumus dalam kesenangan duniawi? banyak pacar misalnya, apa seorang sahabat haus diam saja? pura-pura tidak tahu yang penting sahabatnya suka dan menikmatinya? aku pikir demikian. karena aku selalu kehilangan sahabat-sahabatku ketika aku menegur dan menasehati atau memberi peringatan kepada mereka. aku selalu disalahkan disaat aku ingin yang terbaik untuk sahabatku, aku tahu walau itu menyakitkan untuknya namun itulah yang terbaik yang bisa dilakukan saat ini dan yang akan menjadi yang terbaik suatu saat. tapi, mengapa mereka tak mau mengerti? tak mau memahami apa yang aku lakukan untuk mereka. bilang aku irilah, jeleslah, dsb. kini aku hanya bisa tersenyum walau mereka meninggalkanku, namu suatu saat mereka akan tau betapa berharganya diriku, betapa baiknya ak mau mengingatkan mereka. untuk temen-temen dan sahabatku maafkanlah segala kesalahanku. i love u all and i miss u.

POHON MANGGAKU TETAPLAH HIDUP

Angin sepoi berhembus, daun mangga bergoyang dengan alunan suara angin di musim pancaroba yang sangat dingin menusuk. Aku duduk di teras sambil mendengarkan MP3 dari hpnexcom hitamku. Ku alunkan lagu last cild diary depresiku yang bernada klasik dan menyayat hati. Ku perhatikan setiap gerak berada di bawah pohon itu, pohon mangga yang menyimpan sejuta kenanganku bersama orang-orang yang ku sayangi. Suara daun yang saling bergesekan sungguh merdu terdengar dan membuatku seakan bernostalgia dengannya, mengingat kenangan masa kecilku yang bahagia dan tak mungkin ada seorangpun yang tau selain hatiku.
“aku ingin memanjatmu pohon dan memetik buah-buahmu yang ranum seperti dulu bersama teman-teman yang sangat ku rindukan” pikirku dalam lamunan.
Tapi pikiran itu tidak mungkin dapat aku wujudkan untuk sekarang ini, karena sekarang musim buah srikaya bukan buah mangga yang aku inginkan.
Anatominya memang sudah berubah, tak seelok dulu, namun tempatnya tak burubah yaitu 1,5 meter dari pagar beton yang gagah bercat putih yang sudah agak pudar warnanya. Ku dengar gelak tawa anak-anak itu, ku perhatikan sejenak, mereka sedang main petak umpet. Terdengar olehku nyanyian turun-temurun yang sudah tak asing lagi bagiku, nyanyian ketika yang jaga tak berani meninggalkan tempatnya.
“ di endoki pitu likur di gusak mabor-mabor,”
Aku tersenyum kecil, ku sandarkan tubuhku di atas kursi, ku kenang hari-hari saat aku masih seperti mereka, maen petak umpet, kejar-kejaran, sepak bola, dll. Dulu aku memang sangat nakal, karena masa itulah aku menjadi orang keras sekeras batu seperti sekarang.
****
“ da jaga da,” teriak andhika.
“ iya, iya ndi!!!!” jawabku jutek.
Malam itu selepas ngaji aku dan teman-teman memutuskan utuk “obak sodor” di depan masjid di bawah pohon mangga ini, dan setelah adzan isya’ di kumandangkan, kami menyudahi permainan kami. Bukannya ngambil air wudhu, aku malah memanjat pohon mangga dan memetik satu buah mangga.
“ Ndi aku dapat mangga matang.” Teriakku kebawah sambil menunjukannya ke andhika yang sudah bersiap menangkap buah mangga yang akan ku jatuhkan. Setelah ku jatuhkan aku pun turun. Masih berada di ranting pohon yang paling bawah aku duduk dan mengeluarkan silet dari saku celanaku.
“ mana mangganya ndi, siniin,” ucapku
“ ini da,” jawabnya sambil menyodorkan mangganya.
Ku kupas lalu aku bagi kecil-kecil, rasanya begitu nikmat. Sangat berbeda jika aku ambil buah mangga dari kebun mbahku dan ku makan sendiri. Setelah selesai makan mangga yang ku petik tadi kamipun sholat isya’ dan pulang ke rumah msing-masing.
****
Suatu siang setelah pulang sekolah ku dapati pohon mangga itu tinggal batang yang beranting pendek sebanyak empat tangkai dan menjulur ke arah empat mata angin. Ingin rasanya aku menangis tapi andhika menepun pundakku.
“ tenang da gag bakalan mati kok,” ujarnya.
“ kok bisa?” tanyaku agak tak yakin.
“ memang daunnya sudah tidak ada, namun seluruh sitemnya masih tetap berjalan dan berlangsung, kalau tidak ada daunnya kan masih ada akar yang menggantikannya sementara dengan memasok garam dan sumber makanan dari tanah. Dan pada waktunya daunnya akan tumbuh kembali” terangnya panjang lebar.
Aku yang baru kelas 6 SD pun melongo di buatnya karena sedikit tak mengerti dalam pikiranku adalah kalau tidak ada daun ya mati karena tidak bisa fotosintesis.
“ dari mana kamu tau semua itu ndi?” tanyaku polos sembari menatap matanya, mata yang sedang bingung.
“ makanya naik kelas dong seumur-umur kelas 6 terus,” jawabnya sambil memencet hidungku dan dia berlari.
“awas ya,” teriakku sambil berdiri dan mengejarnya.
Karena capek akupun duduk di depan tempat wudhu, lalu dia menghampiriku, aku mengabaikannya. Dia menarik perhatianku dengan naik keatas pohon mangga dan memainkan matanya.
“dika turun,” teriakku
Akupun berdiri dan menghampirinya lalu menyeretnya turun hingga terjatuh.
“ aduh da...da... sakit tauk!” keluhnya
“ ntar kalau enggak hidup gimana ndi? Aku enggak punya tempat teriak-teriak nue?” kataku sambil membenamkan wajah ke tubuhku dan melingkarkan kedua tanganku ke kakiku.
“ udah dong da, masak pohon mangga ini segitu berartinya buat kamu,” ujarnya sambil mengelus-elus pundakku.
“ kamu enggak tau betapa berartinya pohon mangga ini buatku,” bentakku
“iya..iya percaya dech sama aku. Masa sih da guruku bohong, tak terangin lagi ya,”
”iya!” jawabku singkat.
“ pohon berumur panjang seperti pohon mangga yang yang kamu cintai ini, tidak akan mati meskipun daun-daunnya di pangkas habis, karena akar dan organ-organ penting lainnya seperti kambium, pembuluh xilem maupun floemnya masih berfungsi dengan baik, faham?”
“ iya pak guru paham,” jawabku sambil nyengisr
“ kok pak guru sich da?”
“gayanem kan wes koyo pak guru, wkwkwkwkk,”
“ da, sekarangkan udah gag bisa metik mangga lagi tu, gimana kalau kita nyari ikan?”
“ gag mau ah malez,”jawabku ketus.
“ ya udah ku tak plang dulu, ntar sore balapan ya,”
“ iya,”
Andhika pun berlalu di balik pagar masjid, akupun kembali terdiam di bawah teriknya matahari. Kini tak ada lagi tempat curhatku, tak ada lagi pelindung saat aku tersengat panasnya sang surya, kini tak akan ada lagi hembusan angin sepoi. Yang ada hanyalah tanah yang terlihat tandus, gersang terbias cahaya mentari yang bersinar dengan teriknya. Terlihat sangat panas, seakan kaki tak berani menginjaknya tanpa sendal. Walaupun aku sadar semua tak sama dengan apa yang di lihat. Adzan dhuhurpun telah berkumandang, aku pulang dengan tas dan sepatu di punggung meninggalkan tempat kenanganku yang seakan mati.
****
Seminggu kemudian, saat sholat subuh di masjid, aku melihat sudah mulai muncul tunas-tunas daun yang berwarna oranye kehijauan dan nampak begitu segar. Hatiku teramat gembira melihatnya.
“ hidupkan.” Kata andhika.
“ iya, tapi kapn gedenya?,” jawabku
“ sabar to, ayok sholat!”
Setelah sholat aku dan teman-teman yang lain mengaji sampai jam setengah enam. Aku keluar masjid dengan perasaan gembira dan langsung memanjat pohon mangga. Ku perhatikan andhika yang sedang mencari anggur di depan rumah mas aris lucu sekali melompat-lompat karena tidak sampai.
****
Hari demi hari berganti,pohon manggapun bertambah tinggi dan daunnya semakin lebat. Aku duduk di serambi masjid sambil mengamati pohon manggaku.
“ terima kasih Ya ALLAH telah Kau hidupkan kembali pohon mangga sahabatku,” ucap syukurku dalam hati.
Lalu aku memanjat pohon itu dan duduk di ranting teratas.
“ makasih ya pohon udah mau hidup, masjidku gersang tanpamu.” Ku cium ranting pohon itu.
“ woy da jog stres,” teriak anak-anak dari bawah diiringi gelak tawa mereka.
“ ugag coy,” jawabku sambil tertawa.
Aku pun turun di sambut Andhika yang menyusulku.
“benarkan da, akan lebih indah setelah di pangkas,” ujarnya.
“ iya deh percaya.” Jawabku sambil tersenyum kecil.
Aku dan andhika pun keluar lingkungan masjid, di jalan depan rumahku. Aku duduk di barengi Andhika. Ku sandarkan kepalaku di bahunya.
“ makasih ya dhika, tanpamu mungkin dulu aku benar-benar menangis,” kataku sambil menatap langit.
“ sama-sama da, aku janji akan selalu da buat kamu, sebagai sahabatmu,”
Akupun tersenyum sambil menangkat jari kelingkingku.
“ janji,” kataku.
“ ya , aku janji,” acapnya dan menyambut jari kelinkingku.
Aku tersenyum serasa bahuku di goyang-goyang.
“ Da.. da.. bangun,” panggil ibuk.
“ iya buk,” jawabku sambil membuka mata dan bangun dari sandaranku.
‘ surup jog turu dok teras,” ujar Beliau.
“ iya ibukku yang manis,” jawabku sekali lagi.
Ibu hanya tersenyum dan meninggalkanku masuk kedalam rumah. Aku pun berdiri, ku tatap sebentar pohon mangga sahabatku.
“ sekali lagi terimakasih telah bertahan hidup sampai sekarang,” ujarku
Ku lontarkan sun jauh kearahnya.
“ i love you, jaga semua ceritaku,”
Akupun masuk kerumah mengambil mukena dan berangkat ke masjid.

Senin, 07 Februari 2011

kisahq di penghujung musim hujan

Dalam keheningan malam, ku tatap daun-daun yang bergoyang oleh angin di bawah sinar lampu kuning di teras rumah. Ku banyangkan dia ada di depanku dengan senyumnya yang indah, senyum yang mampu membuatku terbang, senyum yang bisa membuatku merasa waktu terhenti. Tapi, ku tau semua yang ku hayalkan tak kan mungkin terjadi, karena Dhika tak mungkin kembali padaku. Hingga sang malam menjadi lebih sunyi, sepi, dan ku pikir tinggalah aku sendiri disini. Ku tatap jalan itu, aku tersenyum kecil ku lihat hewan-hewan kecil di bawah lampu neon itu sungguh lucu dan akuputuskan kembali ke kamar.

*******
Aku terbangun, ku ambil HP dan kulihat jam di situ,
“setengah lima” gumamku
Ingin rasanya mata ini terpejam kembali, tapi ku pikir sudah terlalu siang untuk kembali memejamkan mata ini. Akhirnya aku bangun ku ambil handuk dan peralatan mandiku, perlahan aku berjalan menuju dapur, ku lewat meja makan lalu meneguk segelas air putih dan melanjutkan perjalananku menuju kamar mandi. Selesai mandi dan sarapan ku panggil-panggil bundaku
“Bun, Bunda,” teriakku
“iya sayang, sudah mau brangkat?” jawabnya penuh kelembutan
“iya bun, ayah mana?”
“sudah brangkat,”
“ya sudah aku brangkat dulu ya Bun, Assalamu’alaikum,”
“wa’alaikum salam, hati-hati ya,”
Bunda melambaikan tangannya dan akupun berangkat dengan sedikit berlari menuju halte bus yang selalu jadi tempat penantian kendaraan menuju sekolah. Sebenarnya, aku bisa naik motor, tapi males soalnya panas.
*******
Sesampainya di sekolah, aku di sambut dengan hangat oleh sahabatku yang selalu setia menungguku digerbang,
“hy Jesson, pagie,” sapaku
“hy Da, tumben pagian,” balasnya
“masak sih Jess,! Ke kelas yuk capek,” ajakku
“ayuk!”
Di perjalanan menuju kelas aku dan Jesson ngobrol, bercanda, dan maki-makian seperti biasanya, tapi disela-sela tawanya ku lihat ada yang berbeda, dia memandangku lain dari biasanya, senyumnya, tatapannya, membuatku merasa takut, takut kalau dia suka padaku karena slama ini aku kehilangan semua sahabat-sahabatku hanya karna perasaan cinta, tapi entah mengapa kini aku takut kehilangan Jesson karena tatapannya sama persis dengan Dhika pacarku yang telah meninggal karena kecelakaan tiga bulan silam.
“hallo ida, hallo,” kata Jesson sambil melambai-lambaikan tangannya di depan kedua mataku menyadarkanku dari lamunanku tentangnya
“iya iya Jesson,” kataku menyingkirkan tangannya
“nglamun apa sih nooonnnnn?” tanyanya
“enggak, bukan apa-apa,” jawabku
“inget dhika lagi ya?”
Tiba-tiba raut muka Jesson berubah, tak seceria tadi.
“enggak kok tuan Jesson, aku mikirin kamu,”
“mang aku kenapa da?”
“muka lo aneh,!!!” jawabku semabari berdiri dan meninggalkannya
*******
Di perjalanan pulang pikiranku tak lepas-lepasnya dari Jesson, aku takut dia suka padaku, aku takut dia mencintaiku dan persahabatan kita akan rusak seperti yang sudah-sudah.
“ttiiiittt........ttiiiitttttttt,” Hpku berdering
“Jesson, ada apa ya?” tanyaku dalam hati lalu ku buka sms itu
“da, sudah nyampek rumah belom?”
Tumben banget ni bocah.
“belom jess,”jawabku
“TTDJ each,”
“iya Jesson bawell,”
“ea udah, ntar sambung lagi,a”
“ea,”
Setiba di rumah aku kembali memikirkan dan menebak perasaan Jesson padaku, ku tatap jam dinding lekat-lekat dan perlahan ku pejamkan mata ini.
*******
Hari ini tepat satu minggu ku merasakan keanehan pada Jesson, dan semakin hari semua yang ku rasa makin kuat dan hampir ku temukan semua jawaban atas perasaanku padanya, ya perasaanku bukan perasaannya. Ternyata, bukan Jesson yang aneh tapi perasaanku yang membuatnya semakin aneh, mungkin karena selama satu minggu ini aku memikirkan keanehannya perasaanku juga terasa aneh. Di depan, guru fisika “Pak Puji” sedang menerangkan tapi, pikiranku melayang entah kemana hanya Jesson yang memenuhi isi otakku.
“Ida, sebutkan rumus momen gaya,” tanya pak puji
“ iya pak, Jesson,!” jawabku
Sontak seisi kelas teriak dan menertawaiku, aku malu, mukaku memerah ku lirik bangku Jesson, Dia tak ikut menertawaiku rupanya Diapun ikut malu atas tingkahku tatapannya kelam kearahku seolah ingin menggambarkan bahwa Dia juga memikirkanku sama sepertiku yang memikirkannya.
*******
Setelah kejadian siang itu, aku tak berani lagi dekat-dekat dengan Jesson takut ditanya-tanya soal kejadian itu, Jessonpun demikian dia tak pernah menunnguku lagi seperti biasanya, mukanya datar dan dingin seolah ingin meneriakkan sesuatu. Smapai akhirnya setelah pulang sekolah, dia menyapaku.
“Da, aku mau ngomong, plis jangan nolak,” pintanya
“Iya Jess,” jawabku pasrah
Dia menggandeng tanganku dan menariknya menuju motor mio hitam kepunyaannya.
“naik!” perintahnya
“iya Jess,”
Aku duduk di blakangnya, ini pertama klinya aku di bonceng Jesson rasanya degdegan banget, apalagi ditambah masalah yang ku buat di kelas siang itu.
“Da aku mau tanya?” katanya
“tanya apa Jess?”
“sebelumya aku minta maaf tapi, aku sudah enggak tahan sama prasaan aku slama ini, jujur aku sudah suka kamu sejak dulu sejak masih ada Dhika tapi baru sekarang aku brani ungkapin ini semua sama kamu, Da sebenernya aku suka sama kamu, mau enggak kamu jadi pacar aku?”
“berhenti Jess!” perintahku
“ maaf,”sambungku akupun langfsung pergi meninggalkannya
*******
Kejadian sore itu selalu terbanyang dalam angan-anganku, ingin rasanya aku menjawab pertanyaan Jesson tapi, tak ada keberanian sedikitpun tak ada keberanian dari diriku untuk sekedar mendekat dan berkata “ya Jesson aku mau,”. Ingin ku teriak dan menyalahkan diriku sendiri, memakinya, dan memukulnya atas semua kesalahanku tapi aku tak berdaya dan tak akan pernah berdaya.
“Da, ku pengen jawaban sekarang!” kata Jesson dari belakangku
“Tapi Jess,” belum sempat ku teruskan kata-kataku
“Enggak pake tapi Da, Aku bakal trima apapun keputusan kamu,” potong Jesson
“Ok Jess, aku akan jawab sekarang! Aku aku mau jadi pacar kamu Jess,” jawabku terbata-bata.
Jesson memelukku erat, seperti tak ingin melepaskanku, akupun membalas memeluknya.
“Da aku harap kamu cinta terakhirku,” ucap Jesson sambil mencium keningku
“Iya Jess ku juga berharap hal yang sama,”
Jesson kembali memelukku di bawah pohon mangga depan kelas ini, di tengah semilirnya angin barat pembawa musim hujan yang akan segera berakhir. Di penghujung musim hujan ini, kan ku jalani kisahku dengan Jesson. Ku berharap kisah ini tak kan berakhir di musim hujan berikutnya karena, ku yakin kisahku akan berakhir kelak ketika aku pergi dari dunia ini menyusul Dhika bersama Jesson.